Masa pergantian jabatan dari M. Nuh ke tangan Anies Baswedan, begitu banyak persoalan dibidang pendidikan yang diwariskan oleh pendahulunya. Salah satunya tentu kisruh antara pro dan kontra Kurikulum 2013 yang secara mendadak diterapkan tanpa persiapan yang matang. Tentunya kisruh yang sampai sekarang belum ada pemecahannya adalah nasib guru-guru TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) yang masih menggantung pasca dihapus di K. 13. Untung Sang Menteri membuat kebijakan yang cukup adil dan melegakan dengan menghentikan sementara K-13 sampai evaluasi selesai, dimana sekolah-sekolah yang baru melaksanakan K-13 satu semester dikembalikan ke KTSP dan yang sudah melaksanakan K.13 lebih dari satu tahun tetap melaksanakannya.
Kebijakan baru pelaksanaan Ujian Nasional atau yang lebih dikenal dengan UN juga telah digulirkan oleh Menteri mantan peserta konvensi Capres Partai Demokrat ini, dimana nuansa UN tahun ini tidak momok yang menakutkan seperti UN tahun-tahun sebelumnya. Begitu banyak gebrakan baru yang bernilai positif dan mengikuti perkembangan jaman yang dilakukan saat UN tahun ini yang pastinya sebagai dasar Evaluasi Standard Pendidikan jenjang SMP dan SMA/SMK/MA. Menurut saya banyak perubahan yang Standard UN yang dilakukan oleh Kemdiknas tahun ini dibanding dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2014, dimana ada beberapa hal yang saya simpulkan, yaitu
Nilai UN Tidak Lagi Menentukan Kelulusan Siswa
Jika tahun 2014, nilai UN tidak hanya sangat menentukan kelulusan peserta didik, juga terintegrasi dengan sistem penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) melalui jalur undangan bersama-sama dengan nilai raport peserta didik yang sudah masuk ke Pangkalan Data Siswa dan Sekolah (PDSS), dengan presentasi 60% nilai UN dan 40% nilai raport sungguh sangat membebani siswa sehingga wajar banyak jalan baik halal maupun tidak halal ditempuh oleh siswa untuk memperoleh batas minimal nilai kelulusan lebih besar atau sama dengan 5.50.
Sering kita lihat dimedia televisi maupun cetak, bahkan secara langsung siswa banyak yang stres, histeris dan depresi dihantui oleh rasa takut tidak lulus atau nilai dibawah standard sehingga dari hal-hal yang gaib atau mistis dilakukan hingga harus membayar untuk mendapatkan kunci jawaban dari oknum-oknum tertentu. Namun, UN tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. “Bayangkan sebuah papan ukuran 2×5 meter diletakkan di lantai. Kemudian papan yang sama diletakkan setinggi 10 meter di atas tanah. Kemudian siswa kita minta melewati papan tersebut. Walaupun papan yang dilewati sama, tetapi persepsi terhadap resikonya berbeda.” Itulah analogi Anies Baswedan menyikapi UN. Sehingga nilai UN bukan lagi sebagai standard, tetapi alat bagi Kmendikbud untuk melakukan pemetaan dan evaluasi untuk intervensi kebijakan. Syarat kelulusan peserta didik dikembalikan kepada sekolah sepenuhnya sehingga UN bukan lagi momok dan sumber makanan empuk bagi oknum-oknum tertentu.
UN 2015 Dijamin Jujur dan Penuh Integritas
“Pelaksanaan UN yang jujur dapat menanamkan karakter yang jujur juga pada siswa. Kejujuran saat ini akan menjadi potret masa depan,” ujar Sang Mendikbud saat diskusi kelompok, di kantor Badan Standar Nasional Pendidikan, Jakarta, Jumat (16/01/2015). UN tahun ini harus dapat dijaga kerahasiaan soal, mulai dari paket yang digunakan karena sampai detik ini, paket soal yang sebenarnya tidak diketahui, apakah paketnya sama seperti tahun 2014 dengan 20 paket? Atau hanya 5 paket? Kita lihat saja. Yang terpenting adalah siswa tidak terbebani dan merasa enjoy dalam mengerjakan soal, itu yang terpenting serta membangun kepercayaan diri. Sebab UN itu seharusnya mendorong siswa untuk belajar mandiri, bukan menggantungkan nasibnya kepada kecurangan-kecurangan yang terjadi karena ancaman tidak lulus dan mendorong penguasaan siswa terhadap kompetensi dari setiap mata pelajaran, bukan hanya sekedar mengejar nilai tinggi.
Perbaikan UN di Setiap Lini
Jika UN 2014 materi soalnya dari perguruan tinggi serta soal PISA (Programe for International Student Assessment), maka UN tahun ini kebanyakan soalnya bersifatdeep learning, yaitu bersifat memeriksa fakta-fakta baru dan ide-ide kritis dan mengikat mereka kedalam struktur kognitif yang ada dan membuat banyak hubungan antara ide-ide tersebut. (Houghton,2004), soal yang bersifat Kontekstual – model soal yang mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari – (budaya, sosio-antropologis, dan lingkungan).
Yang lebih patut diapresiasi adalah penyempurnaan sertifikat hasil UN yang lebih lengkap, dimana ada tertulis tingkat kecapaian dan kompetensi siswa yang memberikan informasi dan deskripsi bagaimana perkembangan siswa selama mengikuti ujian.
Merintis CBT menggantikan PBT
Ini yang sangat ditunggu-tunggu, era modernisasi dibidang pendidikan, dimana UN tahun ini akan dirintis dengan menggunakan Komputer. Disinilah seharusnya peran guru-guru TIK makin diberdayakan dan fungsi pelajaran TIK ini nampak hasilnya. Computer Based Test akan diujicobakan tahun ini, namun hanya beberapa sekolah yang siap, khususnya sarana dan prasarana sekolah terutama ketersediaan Komputer dan Labnya. “Ada sebanyak 585 sekolah saja yang siap untuk menerapkan ujian berbasis komputer. Seluruh sekolah ini sudah diverifikasi kesiapannya,” ujar Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud Nizam, kamis 2 April 2015. Ada kekecewaan ketika di kota Medan, tidak ada SMA yang menyatakan siap untuk melaksanakan UN Online. Sarana utama seperti jumlah komputer yang minimal satu pertiga dari jumlah peserta UN dan memenuhi spek untuk server atau jaringan Internet dengan bandwith minimal 1 Mbps, kemudian jaringan LAN dengan jumlah klient minimal 20 atau 40 client menjadikan CBT ini masih sulit dilaksanakan.
Namun, untuk tahun-tahun berikutnya CBT akan menggantikan peran Paper Baset Test atau UN manual yang diperkirakan mampu menekan anggaran UN hingga 50%, sebab tidak ada lagi pencetakan soal, LJK, biaya pengawasan distribusi soal yang melibatkan banyak pihak tidak ada lagi, karena semuanya sudah serba digital, tinggal yang perlu adalah aliran listrik tetap menyala, koneksi Internet bagus dan sarana Komputer mencukupi di sekolah.
Disamping itu dengan Ujian Online, banyak manfaatnya mulai dari penghematan waktu, pengurangan kertas, menekan praktek calo dan banyak lagi manfaat positif UN Online dibandingkan dengan UN sistem manual.
Intinya, semoga UN tahun ini lebih menekan resiko dibandingkan UN tahun-tahun sebelumnya. Semoga UN kali ini tidak dijumpai lagi praktek-praktek pencaloan, praktek jual beli kunci tidak terjadi, bukan sebagai ajang bisnis. Semoga UN kali ini lebih dimaknai Ujian untuk melihat kompetensi diri dari peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar